Sumba, salah satu pulau di Provinsi Nusa Tenggara Timur menyimpan banyak keunikan...
Pulau dengan padang sabana yang juga dijuluki pulau Sandelwood ini terkenal dengan kampung adat/ kampung tradisional yang masih terjaga sampai saat ini.
Dan biasanya di dalam kampung terdapat batuan megalitik berupa dolmen dan menhir yang merupakan kubur batu dan tempat melakukan ritual adat yang sampai saat ini masih digunakan sejak berabad-abad yang lalu.. karena itu di kalangan para antropolog.. pulau Sumba dikenal sebagai situs "the living megalith tradition"..
Dalam liburan lebaran yang lalu, saya sempatkan untuk mengunjungi salah satu kampung tradisional Sumba yaitu Kampung PRAI IJING. Kampung Prai Ijing terletak di Desa Tebara Kecamatan Kota Waikabubak, hanya 3 km ke arah timur dari pusat ibukota Kabupaten.
Kampung ini terletak di atas sebuah bukit kecil. Dari bagian yang lebih tinggi dari kampung ini kita bisa melihat keseluruhan kampung yang terhampar di bagian bawahnya, amat mempesona tentunya.
Kampung tradisional yang masih asli dengan pemandangan yang sangat cantik. Rumah-rumah di kampung ini terlihat sangat unik, berupa rumah panggung dan umumnya beratap menjulang tinggi. Rumah terbuat dari bahan alam seperti rumput/alang-alang, bambu dan kayu.
Di kampung ini terdapat 48 rumah dan masing-masing rumah dihuni oleh 1-3 kepala keluarga atau 3 sampai belasan orang di setiap rumahnya.
Namun demikian, ada beberapa warga kampung yang sudah menganut salah satu Agama tetapi dalam keseharian masih turut berkontribusi dalam kegiatan ritual adat mereka.
Dalam liburan lebaran yang lalu, saya sempatkan untuk mengunjungi salah satu kampung tradisional Sumba yaitu Kampung PRAI IJING. Kampung Prai Ijing terletak di Desa Tebara Kecamatan Kota Waikabubak, hanya 3 km ke arah timur dari pusat ibukota Kabupaten.
Kampung Prai Ijing |
Kampung tradisional yang masih asli dengan pemandangan yang sangat cantik. Rumah-rumah di kampung ini terlihat sangat unik, berupa rumah panggung dan umumnya beratap menjulang tinggi. Rumah terbuat dari bahan alam seperti rumput/alang-alang, bambu dan kayu.
Di kampung ini terdapat 48 rumah dan masing-masing rumah dihuni oleh 1-3 kepala keluarga atau 3 sampai belasan orang di setiap rumahnya.
Kampung Prai Ijing |
Saya sempat ngobrol dengan bapak Tinus Bora Dualu, warga kampung Prai Ijing. Menurut pak Tinus, warga kampung ini sebagian besar masih tetap bertahan dengan kepercayaan lokal mereka yaitu MARAPU, Masyarakat Sumba yang masih menganut kepercayaan Merapu atau “ajaran para leluhur” senantiasa melakukan upacara dan perayaan ritual untuk mengiringi berbagai sendi kehidupan mereka. Kepercayaan ini dilambangkan dengan ritual/perayaan upacara, dan pengorbanan untuk penghormatan kepada Sang Pencipta juga arwah para leluhur mereka. Merapu dalam bahasa Sumba berarti “Yang dipertuan atau dimuliakan” terutama untuk menyebut arwah-arwah para leluhur mereka. Dan karena roh para leluhur diyakini menjalani kehidupan baru di tempat yang dekat dengan “Sang Pencipta”, maka roh-roh inilah yang menjadi perantara mereka. Walaupun sering memuja dan memohon kepada Marapu (arwah leluhur) tetapi hal itu sama sekali tidak menyebabkan pengingkaran terhadap adanya Sang Maha Pencipta. Tujuan utama dari upacara pemujaan bukan semata-mata kepada arwah para leluhur saja, tetapi kepada “La Mawolo La Marawi” (Pencipta dan Pembuat Manusia), Tuhan Yang Maha Esa.
Umumnya warga di kampung ini bermata pencaharian sebagai petani. Beberapa warga kampung juga sudah ada yang bersekolah tinggi dan tinggal di luar pulau dan juga bekerja sebagai PNS ataupun swasta dan profesi lainnya. Tetapi umumnya mereka yang sudah menganut agama dan bekerja sebagai PNS/swasta akan tinggal di luar kampung.
Kampung Prai Ijing |
Warga kampung umumnya bertani menanam padi di sawah, jagung, dan menanam umbi-umbian. Mereka juga memelihara ternak kuda, kerbau, babi, dan ayam. Aktifitas sehari-hari kaum wanita Prai Ijing adalah mengasuh anak, mengurus pekerjaan rumah tangga seperti menumbuk padi dan memasak serta menenun kain.
Membersihkan padi yang baru ditumbuk menjadi beras untuk dimasak |
Menenun kain, salah satu aktifitas wanita Prai Ijing |
Bagi teman2 yang ingin berkunjung ke kampung Prai Ijing disarankan pagi hari saat warga kampung masih belum banyak yang ke kebun atau sore hari saat warga kampung sudah kembali ke kampung. Atau jika punya waktu banyak sempatkan untuk menginap di kampung ini sehingga dapat menyaksikan dan menyelami aktifitas keseharian warga kampung Prai Ijing.
Untuk menuju ke tempat ini, tidaklah sulit.....jika starting point dr Bali, ada penerbangan setiap hari dari Denpasar ke Tambolaka, lalu dengan jalan darat menggunakan angkutan umum (Rp 20,000) atau mobil travel (Rp 50.000) atau menggunakan ojek sepeda motor dengan tarif “nego”.. menuju ke Waikabubak, ibukota Kabupaten Sumba Barat dengan kondisi jalan bagus (aspal/hotmix). Kampung ini terletak di bagian timur, di pinggir kota Waikabubak.
Ok, Selamat berkunjung ke Kampung Prai Ijing......
Prai Ijing dekat ya dari Waikabubak? Wah berarti masih ada yang terlewat... terus terang saya agak kecewa dengan kampung Tarung yang sudah banyak kabel malang melintang dan parabola.. disini sepertinya masih asli ya
BalasHapusPrai Ijing dekat skali dr Waikabubak.. bisa dibilang msh msk kota Wkb, di daerah LA alias Loli Atas...
BalasHapusSangat mudah dijangkau, dr jalan utama yg ke arah Waingapu, cuman skitar 300 meter dengan jalan masuk ke kampung berupa agregat tp kondisi baik.
ya, relatif msh lbh baik dr kampung Tarung, memang ada juga yg sdh pasang parabola, tp letaknya agak di blakang.
Kemarin sy ke Bena dan Wogo di Bajawa, bagus... kabel listrik dan parabola diletakkan di blakang rumah jd tdk begitu terlihat oleh pengunjung..
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusSangat informatif, thanks for sharing bang! ;-)
BalasHapusTernyata rajin nulis juga ya.... kalo sempat mampir juga ke 'page' nya saya bang Simon :-) .....
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus